Kamis, 05 Juni 2014

sudahkah cukup waktunya?





2 menit bis berlalu mengakhiri pandanganku terhadap jalan bersimpang. Seorang ibu-ibu  duduk disampingku. tak terlalu tua. kubilang ibu-ibu karena iya membawa bayi. 23 tahun. ya usianya mungkin segitu.
jalan pikirannya tak bernalar tak sungkan mengeluarkan buahnya untuk mentetek anaknya. aku ya biasa saja. ini desa.

 
seorang pengamen di deret 4 menjual suaranya.
kondektur datang dengan backsong reff pujangga cinta. tak sesuai lagu. ia menagih karcis.
"lee.. karcisnya kok mahal ya?" ibu disamping
"iya bu emang segitu". sekalian kulihat tampilannya
kulihat dandanannya biasa yang menjadi pusat perhatianku lipstik pink cerah dibibirnya. aq sudah tau gaya dandanan itu. saya bisa melihat masa lalunya. lulusan smp. anak gaul desa yang tiap pulang sekolah dijemput pakai motor modif.  dan menikah diusia muda.begitu jelas.
perbincangan dimulai disini. ia pakai jawa padahal logat madura. aq ya jawab pakai jawa.
pembicaraan kami tak leebih dari harga karcis yang mahal dan di ulang-ulang.
"mau kemana mbak?" aku bosan perulangan ku ganti topik dan kupanggil ia mbak-mbak.
"mayangan lee"
ia mulai mengubah topik.
"suami saya mbecak lee... aq mau minta uang kesana" ia menjelaskan detil ekonminya. responku hanya enggih dan mboten.
setelah pengamen kini krupuk. udang. ya krupuk udang.
"anakku pasti suka tapi aku gak ada uang. ini aja uang lyn-ku kurang" suaranya sepi hampir 2 desibel.
aku sudah tak tahu apakah ini perbincangan atau sesi curhat. perbincangan atau rintihan.
bukan karena aku baik. aku bukan pendengar yang baik. kubelikan krupuk dan kuberi ongkos lyn. 3000.
kejadian ini menggores pemikiranku. kepada pria yang hanya matang ditestis. berhentilah sok matang disegala bidang. kamu belum siap menikah. kepada wanita yang masih suka merintih. berhentilah kamu belum siap menikah.
untuk ibu-ibu yang merintih sepanjang lumajang
yang tak kudangarkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar